Senin, 05 Desember 2016

Kajian Sosiologi : "Sunmor" sebagai Ruang Publik (?)

Novarisma Dee - Tinggal di Jogja? Pasti pernah mendengar Sunmor UGM, atau justru sering datang dan memadati bahkan menjadi pelanggan setia sunmor UGM. Sunmor adalah sebuah singkatan yang memiliki arti "sunday" "morning" atau dalam bahasa indonesia minggu pagi. Sunmor UGM adalah istilah untuk pasar minggu pagi di sekitar UGM, yaitu di sepanjang jalan lembah UGM sampai pada perempatan Sagan. Pada minggu pagi kawasan ini ditutup untuk kendaraan umum dan disulap menjadi area jual-beli masyarakat. Parkir pun padat merayap, masyarakat berkumpul memenuhi kawasan lembah dan penjual pun tumpah memadati ruas jalan. Sunmor mulai dibanjiri pengunjung dari jam 6 pagi sampai jam 12 siang. Hal ini terus berlangsung setiap hari minggu. Demikian sebaliknya, kendaraan umum terpaksa tidak dapat melewati kawasan ini, karena kawasan ini ditutup, terlebih kendaraan mobil akan sulit melewati kawasan ini.

Sudut sunmor UGM

Jika jalan merupakan ruang publik, dimana letak ruang publik pada sunmor ?

Kali ini kita akan membahas ruang publik pada sunmor UGM. Apa yang dimaksud ruang publik? Ruang publik secara fungsi berarti ruang yang mampu dinikmati atau dimanfaatkan oleh semua orang, karena dalam ruang publik terdapat kepentingan umum, dan bukan lagi kepentingan kelompok atau pun kepentingan pribadi, contoh: jalan raya, taman, sekolah dimana banyak kepentingan umum di dalamnya. Demikian pula sebaliknya, ruang privasi adalah ruang internal yang hanya untuk kepentingan pribadi dan untuk memenuhi tujuan pribadi, contoh : rumah, apartemen, dsb. Sekarang pertanyaannya :

Apakah taman ruang publik ? iya, taman adalah ruang publik
Apakah reuni kelas di taman adalah kegiatan ruang publik? reuni kelas adalah privasi dan taman tetap ruang publik. Jadi jawabannya, kegiatan privasi di ruang publik. Dan taman menjadi Ruang Privasi untuk kelompok kelas yang melakukan reuni.
Demikian pula sebaliknya,
Apakah rumah ruang privasi? iyaa, rumah adalah rumah privasApakah rumah dengan acara perayaan 17 Agustus adalah kegiatan privasi? Rumah adalah privasi dan perayaan 17 Agustus adalah kegiatan ruang publik. Jadi Jawabannya, Kegiatan publik di ruang privasi. Dan rumah merupakan Ruang Publik dalam Perayaan 17 Agustus
Demikian pula dalam kegiatan sunmor UGM.
Jalan lembah adalah ruang publik, dan kegiatan jual-beli adalah kegiatan kelompok tertentu, kelompok penjual dan kelompok pembeli. Jadi Sunmor adalah ruang publik yang telah terprivasi oleh kelompok tertentu. Tetap menjadi ruang publik namun memiliki pembatasan fungsi.
Jadi ruang publik secara fisik tetap menjadi ruang publik, namun, fungsi ruang publik mampu berubah menjadi ruang privasi, ketika terdapat pergantian fungsi. Dari pembahasan ini, secara fisik sunmor adalah sebuah ruas jalan yang merupakan ruang publik, namun ketika menjadi sunmor yaitu hari minggu pagi mulai pukul 06.00-12.00 kawasan ini menjadi ruang privasi untuk kelompok tertentu, dan bukan lagi kawasan yang setiap kendaraan bebas berlalu lalang, kawasan yang tertib dengan tarif parkir dan sebagainya. Kepentingan ini pun akan hilang ketika lebih dari jam 12.00 dan kembali menjadi ruang publik yang menjadi jalan setiap kendaraan. Jadi sudah paham yaa, apa perbedaan ruang publik dan ruang privasi, perbedaannya ada pada fungsinya, bukan pada fisik. (06/12/16)


Read »

Kajian Sosiologi : Esensi dan Efisiensi

Novarisma Dee - Zaman sudah mulai berubah, teknologi merubah masyarakat menjadi masyarakat yang konsumtif dan selaras dengan usaha untuk produktif. Kreatifitas mulai bermunculan mengimbangi kemajuan zaman. Masyarakat memiliki daya beli yang tinggi dan dari kalangan produsen pun mengimbangi dengan memunculkan beragam variasi produk, mulai dari produk seni, makanan, kreatifitas, fashion dan lain sebagainya. Setuju gak?? Saking banyaknya variasi produk, masyarakat pun ikut bingung "Mana Kebutuhan dan Mana Keinginan", dari sinilah tanpa disadari masyarakat menjadi lebih konsumtif. 

Namun kali ini kita tidak ingin membahas prilaku konsumtif, namun hasil dari prilaku konsumtif dan produktif yang dialami masyarakat. Masyarakat modern dengan gaya hidup konsumtif dan gaya hidup produktif yang tinggi melihat segala sesuatu dengan nilai, dan bukan lagi pada fungsi. Sebagai contoh :

KISAH BOS MARTABAK

Ia memiliki outlet martabak yang ramai pengunjung. Dengan aroma yang menggoda, ia mampu menarik para pelanggan untuk membeli martabaknya. Ntah para pembeli menjadikan martabak sebagai cemilan malam, atau pengganjal perut yang keroncongan atau sekedar oleh-oleh setelah menyusuri kota, bahasa anak remaja ngedate lah. Namun, berdasarkan pengalaman, makan martabak juga tetap makan nasi bukan?

Setelah ramai pelanggan, bos martabak pun melakukan inovasi, dengan menambah topping atau menambah rasa, atau dengan menambah menu, hingga berkembang dan membuka cabang. Sudah pasti ini membuat para pelanggan bingung, martabak apa yang akan dibeli. Akhirnya, pembeli membeli beberapa varian martabak. Alhamdulillah... keuntungan pun semakin bertambah.

Semakin bertambah keuntungan, para pelanggan pun tidak dipungkiri dari berbagai kalangan. Bisa jadi dari kalangan menengah ke atas pun ikut menikmati rasa martabak yang melegenda. Pemikiran pun mulai berubah, ketika berkumpul dengan kalangan menengah ke atas, dimana kalangan elite maka ia pun merubah penampilannya. Tanpa disadari apa yang ia kenakan menyesuaikan dengan siapa ia bertemu. Bukan lagi pada fungsi, namun yang dipikirkan, pantas gak bergaya seperti ini? (cerita hanya fiksi belaka)

ANALISIS 

Hal ini merupakan perkembangan masyarakat yang baik, masyarakat tetap berinovasi dan memajukan pasar nasional. Pasar seperti makanan tradisional dan makanan lokal belum banyak mendapat sentuhan dan tanggapan baik dari masyarakat sendiri. Selama ini pasar yang berkembang justru pasar dengan sentuhan modern yang mengarah pada produk luar negeri. Jadi, ikut berbangga ketika produk lokal telah mendapat sentuhan inovasi, karena selain memajukan pasar nasional juga mampu membantu ekonomi masyarakat.

Perubahan pada ekonomi dibuktikan dengan semakin meningkatnya penghasilan seseorang, dari cerita di atas diketahui bahwa bos martabak mampu mengembangkan usahanya, dan membuka cabang, hal ini dapat diartikan bahwa penghasilan bos martabak semakin meningkatnya. Dengan penghasilan yang semakin meningkat, maka kebutuhan keluarga pun dapat terpenuhi dan mampu menjadi keluarga sejahtera secara ekonomi. Dari berubahnya tingkat ekonomi seseorang, maka mampu merubah status seseorang dalam masyarakat. Bos martabak yang semula hanya berinteraksi dengan masyarakat menengah ke bawah, kini memiliki jaringan yang luas dan berinteraksi dengan berbagai kalangan masyarakat.

Hal ini mampu merubah masyarakat yang dulunya hanya memikirkan kebutuhan keluarga, sekarang bertambah dengan memikirkan kebutuhan performance ketika harus bertatap dengan kalangan menengah ke atas. Kalau berurusan dengan penampilan, banyak hal yang berubah dari fungsi ke tataran nilai atau gengsi. Masyarakat berubah gaya hidupnya maka berubah pula cara menilai suatu barang. Dulu tidak masalah dengan kaos oblong, sekarang harus berfikir keras bagaimana memantaskan diri ketika diwawancarai oleh media, berkumpul dengan pengusaha berkelas lainnya, mendapat penghargaan usaha oleh pemerintah dan lain sebagainya. Dimana kegiatan tersebut menjadikan seseorang berubah cara pandang terhadap nilai suatu barang. Dulu belanja pakaian di pasar, sekarang menjadi belanja pakaian bermerk di distro dan sebagainya.

Karena inilah realitanya, masyarakat pun menilai kepantasan dari pakaian yang dikenakan. Sehingga produk masyarakat berawal dari konstruksi masyarakat. Masyarakat yang menilai, memproduksi dan akhirnya melanggengkan. Hal ini terus diproduksi dan dipelajari oleh masyarakat, dan akhirnya membentuk masyarakat yang lebih mementingkan esensi dari pada efisiensi. Maka, hal yang perlu diantisipasi adalah memilah-milah mana yang menjadi kebutuhan dan mana yang hanya keinginan. Sehingga, esensi dan efisiensi pun tetap berdasarkan kebutuhan. Jangan pula melihat pada esensi semata, namun juga sesuai kebutuhan. Mayarakat sebagai penonton pun jangan mudah menilai hal tersebut sebagai esensi, karena kita tidak pernah tau, esensi yang juga merupakan kebutuhan kaum elite, karena hal tersebut subjektif. Menjadi konsumen yang baik dan menjadi penonton yang baik. (06/12/16).


Gambar : Ilustrasi gaya hidup konsumtif

Read »

Kamis, 24 November 2016

Ucapan Santun : Trik Tinggal di Jogja

Yogya - Masih dari kota yang sama, Kota Jogja dengan segudang rasa. Bagi kalian yang pernah tinggal di Jogja atau hanya singgah di Kota Jogja, pasti hanyut dalam kenangan suasana klasik nan romantis Jogja. Terimakasih masih mengirimkan rindu untuk Jogja, masih berharap untuk kembali ke Jogja, dan tetap mengenang indah sudut Kota Jogja.

Jogja kota budaya, menghormati tata krama dan adat jawa, kau mampu mengambil pelajaran darinya, pelajaran bertata krama dan unggah-ungguh berbahasa. Hmmm... Seperti ini misalnya :

"Ketika bertegur sapa, berikan senyum manis dan mengucap monggo untuk kalangan yang lebih tua. "
"Menawarkan bantuan pada teman dan orang tua." 
"Tidak melawan dan tidak menyela pembicaraan, tetap santun, menatap lawan bicara tanpa ada perlawanan. "
"Mengucap matur suwun, sebagai ucapan terimakasih atas jasa apapun."
"Hargai sekecil apapun lawan bicaramu, dengan rangkulan jika lebih tua, ucapan terimakasih, dan tawaran hal yang serupa." 

Sungguh manis kan adat kota Jogja. Intinya harus tulus melakukannya. (dee)

Dokumen pribadi || lokasi : Keraton Yogyakarta 
Read »

Copyright © Taman Sosiologi

Designed by